Kamis, 02 Januari 2014

Seni Musik dan Seni Rupa bagi Saya

Saya akui orang2 seni adalah orang2 yang punya ilmu lebih dibanding orang yang tidak punya seni. Hal terkecil, bernafas, berkedip atau bahkan (mohon maaf) menguap pun ada seni nya, tapi menurut saya itu lebih enaknya di katakan etika. Pada akhirnya setelah saya membaca beberapa literatur mengenai seni adalah mencakup hasil olah manusia, apapun itu.
Lebih mikro dari yang di atas, saya mngagumi dan menyukai seni musik dan seni rupa. dalam seni musik memerlukan hafalan yang kuat dan kepekaan terhadap nada yang baik untuk bisa menjadi sang maestro musik, dari segi kapasiti pola pikir dan rasa, sedangkan untuk bagian perangkat kerasnya perlu keterampilan bagian tubuh terutama tangan. saya sekali lagi kagum luar biasa pada mereka yang bisa bermain musik. Pada awalnya saya mengenal alat musik adalah piano, gitar dan rebana, semuanya saya sangat2 suka kecuali gitar. entah kenapa ketika melihat benda itu ingin saya lempar. setelah itu saya mulai suka memainkan seruling, baik seruling yang warnanya putih (suling tulang), ataupun seruling sunda. Dari sana saya tambah koleksi hobi bermain seruling.
Di saat semuanya seolah tak ada apa-apa, saya mulai menggarap dan berkenalan dengan kitab yang hebat, namanya Sulam Taufiq, banyak hal yang saya dapatkan dari buku tersebut. Dimulai larangan dari sang kakak, untuk tidak bermain suling. setelah saya mempelajari lebih dalam, saya putuskan untuk berhenti bermain musik, semuanya. kecuali mungkin rebana. terkadang ada perasaan ingin menguasai suatu alat musik seperti biola atau piano,,, tapi rupanya harus mengatakan tidak... (bukan saya melarang, tapi inilah yang saya pahami).
selain itu, dari sejak kecil saya suka yang namanya menulis dan menggambar, terutama gambar hewan dan gambar-gambar animasi. Saya sering melihat gambar2 bagus dari kertas atau buku yang ayah miliki. pada awalnya saya bertanya pada ayah mengenai siapa yang menggambar di kertas yang dimiliki ayah. dengan nada yang menantang ayah menjawab, itu yang gambar ayah, sok isis bisa enggak gambar kaya gitu, kata ayah saya. gambar tersebut adalah sosok seorang guru perempuan. Entah kenapa seolah saya sangat tertarik dengan hal itu, hampir setiap hari saya menggambar sesuai yang ada pada kertas ayah. Dari sana saya mulai suka menggambar hewan yang juga sering ditemani oleh ibuku yang baik, yang setia menemani saya di rumah waktu kecil. Masih teringat betul ketika ibu mengajarkan menggambar bebek, ayam, ular, dan angsa. Seiring terus berjalannya waktu, ayah sering memberi kertas HVS bekas darinya yang belakangnya masih kosong. saya mulai sering menggambar sendiri. Ayah sering memberikan pensil yang bagus kala itu. Berlanjut, dan alhasil saya menemukan ilmu baru, bahwa jangan menggambar manusia dan hewan secara utuh, karena di hari kiamat mereka akan terbangun dan meminta dihidupkan. maka dimuali dari sana saya selalu menggambar yang tak sempurna atau utuh, kecuali saya menggambar untuk edukasi/ pembelajaran bagi mereka yang membutuhkan. Mungkin pengalaman terbaik saya adalah ketika membantu ayah saat membuat soal kabupaten dan bukunya, dan di kampus membantu dosen2 dalam menyelesaikan penelitian beliau-beliau. semoga tidak berujung pada bertambahnya dosa karena niat saya membantu beliau2 yang telah membantu saya dalam menambah pengalaman dan ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar